!!!!!!!!!......PIMPINAN REDAKSI (HAKAN SYUKUR)BESERTA SELURUH PENGURUS GORESAN TINTA ANAK PMII MENGUCAPKAN SELAMAT DATANG DIBLOGER GOSTA PMII Se-Kota Mataram.......!!!!!!!! NACO (NO ACTION COMENT ONLY)

Pages

Senin, 17 Januari 2011

IAIN MATARAM DIPERSIMPANGAN JALAN “ TEROPONG WAJAH LEMBAGA AKADEMIS DITENGAN ARUS POLITIK “

“Didiklah Anak-Anakmu Itu Berlainan Dengan Keadaanmu Sekarang, Karena
Mereka Telah Dijadikan Tuhan Untuk Zaman Yang Bukan Zamanmu (Umar bin Khathab)”.

Ternyata apa yang dirumuskan oleh Umar Bin Khathab jauh sebelum masa ini mengalami perubahan sosial yang begitu moderen, sudah tidak menjadi spirit lagi seperti apa yang dicita-citakan. Dalam konte...ks ini kita bisa melihat lembaga edukasi kampus yang mengalami pemakzulan. Melirik IAIN Mataram  yang seyogyanya menjadi lembaga transformasi pencerdasan terhadap siapa yang berkecimpung didalamnya. Pencerdasan- pencerdasan itu sudah berbelok sedemikian arahnya menjadi kearah peperangan politik perebutan roti-roti kekuasaan semata.

Politik diperlukan, tetapi jika sebuah politik malah menjadikan mahasisiwa terlantar apalah artinya sebuah rekayasa, yang hanya akan melahirkan konflik semata. Posisi akan menambah keterpurukan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat). Tidak hanya sebatas itu saja. Konsekuensi logisnya, para elite penguasa kampus terpaksa harus mengingkari akal sehat keilmuannya dan bisikan kebenaran nuraninya, akibat dorongan egosentrisme/chauvinisme ekstrim yang tumbuh dalam jiwa dan pikirannya. Sehingga terjadilah degradasi moralitas intelektual (M Hamka, Serambi:19/04/2010) dan akhirnya kekuasaan menjadi berhala (Hasan Basri M. Nur, Serambi:14/04/2010). Karakter sistemik inilah yang melahirkan banyak prilaku negatif dalam kehidupan kampus, seperti kemunafikan, kepalsuan, kejumudan pikiran, dan ketidak-arifan dalam menghadapi berbagai perbedaan.
Juga sikap-sikap elitis-feudalis tertutup dan aksi-aksi pembodohan, manipulasi dan korupsi. Sementara orang-orang yang jujur dan kritis terpaksa harus disingkirkan. Karena dipandang mengganggu hidden agenda para penguasa dan bahkan dijadikan musuh bersama. Itulah sebabnya Paolo Friere berkesimpulan, bahwa institusi pendidikan di negara-negara rezim otoriter-sentralistik, telah menjadi tempat berlangsungnya praktek kapitalisme-hedonist yang licik dan gastrosofik. (“perut” yang serakah). Kemudian Margaret Mead, filosof pendidikan Inggris, juga mengungkapkan sinismenya terhadap institusi persekolahan, termasuk kampus, dengan menyatakan: “nenek ingin aku memeroleh pendidikan, karenanya ia melarang aku sekolah” (M. Escobar, Sekolah: Kapitalisme yang Licik, LKiS, 1997).

Penilaian itu lahir dari kenyataan, betapa lembaga pendidikan tidak lagi menjadi pusat penumbuhan nilai-nilai moral yang jujur, kritis, terbuka dan merdeka. Juga tidak lagi membina kepekaan sosial dan kemandirian peserta didik, agar mereka siap mengusung tata-krama kehidupan bersama yang saling percaya, saling menguntungkan dan penuh solidaritas sosial. Sehingga perikehidupan yang baik menjadi rusak setelah anak-anak memasuki lembaga-lembaga sekolah, terutama di perguruan tinggi. Meskipun kemudian banyak institusi sekolah tersebut berhasil memproduksi banyak “guru besar.” Walau dengan derajat kejujuran dan otentisitas keilmuannya yang sungguh menjadi masalah tersendiri. Sehingga kampus menjadi mandul dan gagal melahirkan para “ulil-albab” sebagaimana yang dimaksudkan dan diharapkan Quran (3:191). Ada sejumlah hal struktural sebagai sebab-sebab awal yang membuat kampus kehilangan kesucian ilmiahnya. Antara lain, Pertama, pilihan sistem pengelolaan dan kepemimpinan kampus yang tidak demokratis, tidak akuntabel, tidak partisipatif, elitis dan tertutup. Sistem ini warisan Orba yang masih dipertahankan sebagai statuta kampus, dimana kepemimpinan lembaga Senat dan Dekanat/ Rektorat berada di tangan penguasa tunggal (Dekan/Rektor). Artinya antara kekuasaan eksekutif dan legislatif tidak dipisahkan secara tegas dan fungsional. Sehingga pengawasan internal, pertanggungjawaban publik yang akuntabel dan transparansi atas pelaksanaan amanah kepemimpinan sama sekali tidak pernah terjadi sepanjang sejarah kepemimpinan kampus di Indonesia. Sementara itu, sistem rekrutmen keanggotaan senat Fakultas/Institut-Universitas yang mayoritas anggotanya.. ((By : Hamdan)  rayon al-ghazali fakultas dakwah dan komunikasi IAIN Mataram )

DIAGNOSTIK MANAJEMEN PMII KOM. IAIN Mataram

Rabu, 12 Januari 2011

“Impian Seorang Kader”

Saya adalah salah satu dari sekian kader PMII Cabang Kota Matara yang ingin melihat sahabat-sahabatnya mengibarkan bendera PMII, tidak hanya diwilayah IAIN Mataram. Tapi jauh kesetiap sudut kampus yang ada di Kota Mataram, dari itu saya secara peribadi sebagai seorang kader ingin melihat kibaran PMII khususnya Cabang Kota Mataram dapat dilihat dimana saja dan kapan saja. Penulis ingin mengajak sahabat-sahabat PMII semua, ada beberapa hal yang penting dan menarik untuk dikaji apabila kita sama-sama cermati lebih mendalam kondisi rill kita hari ini di PMII Cabang Mataram. Pertama ambisi yang dimiliki oleh rata-rata Anggota ataupun kader PMII khususnya Cabang Kota Mataram ternyata mudah pupus diparuh jalan gerakan mereka kurang menyadari bahwa mereka akan menjadi leader dilingkup yang lebih besar. Ambisi patut tumbuh dalam diri jiwa setiap kader, hal itu perlu untuk memberikan pemahaman kepada dunia bahwa kita sebagai anak pergerakan memiliki potensi untuk menjadi seorang pemimpin buktikan kepada mereka bahwa kita bisa dalam menejmen kepemimpinan.

Kedua visi siapapun orangnya dalam bingkai ksaderisasi layak untuk memimpin dan dipimpin, memilih dan dipilih oleh karena itu apapun visinya jika sesuai dengan keinginan bersama dan dapat mengakomodasi dari sekian pluralitas manusia dipergerakan layak baginya untuk memimpin. Buktikan bahwa andalah yang terbaik dalam PMII. mengakomodasi kuantitas sangat penting, tapi satu hal yang tak kalah pentingnya akomodasilah kualitas Leader dan kader  yang diatas rata-rata Sehingga dalam memimpin percaya dirilah dia.
Ketiga realisme gerakan dalam hal ini siapapun boleh menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan berorganisasi. Tapi gunakanlah cara-cara yang beretika, sesuai dengan AD/ART organisasi. Memojokkan, menuding, menfitnah dan lain sebagainya bukanlah cara obyektif untuk mensukseskan seseorang dalam sebuah kekuasaan. I’tikad berorganisasi itu tidak layak haya bergelut dengan sahabat sendiri. Buktikan dan lakukan dengan nyali maksimal untuk bertempur dengan insane intelektual yang belum pernah berpapasan gagasan dengan kita selama ini.

Sahabat-sahabat belajarlah berdemokrasi dengan baik dan memahami kekuatan lawan. sehingga tidak perlu menggunakan trik dan intrik untuk membunuh karakter orang lain yang melakukan proses bersama. Terahir untuk sahabat-sahabat bersikaplah jantan bijak dan berani. Untuk mengarahkan sahabatnya yang sedang menempuh perjalanan yang dianggap salah dan keliru. Berbicara, mata ketemu mata adalah sikap arif yang dilakukan untuk tujuan berkibarnya bendera yang sama yaitu PMII jujurlah padanya dimana kepentingan PMII dan dimana kepentingan peribadi. (By : Syamsul Rahman)